Senin, 18 Mei 2009

semiotik dalam film

Semiotik Dalam Film” Jhon Fiske
Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran makna.
Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotic. (Fiske, 2006 :9)
Definisi semiotic yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda terbentuk. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berypa kata-kata, images, suara, Gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda tidak bisa memisahkan tanda yang satu dengan tanda-tanda yang lain yang membentuk sebuah system, dan kemudian disebut system tanda. Lebih sederhananya semiotic mempelajari bagaimanasistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode. (Chandler,2002: www.aber.ac.uk)
Menurut James Monaco, seorang ahli yang lebih berafilasi dengan gramatika (tata bahasa) mengatakan bahwa film tidak mempunyai gramatika. Untuk itu ia menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film dan gramatika pada sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko apabila memaksa dengan menggunakan kajian linguistic untuk menganalisa sebuah film, karena film terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam.
Penerapan Semiotik pada film, berarti harus memperhatikan aspek medium film atau cenema yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis pengambilan kamera (selanjutnya disebut Shot saja) dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini, peneliti bisa mamahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana misalnya, Close-up. Terdapat pula pada kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek. (Barger, 1982:37)
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai system tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan music film. Sistem semiotika yang labih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. (Sobur:2004:128)
Gianetti (1996:454) dalam bukunya Understanding movies mengatakan bahwa semiotic juga dikenal sebagai studi tentang bagaimana film ini berarti, yaitu memandang setiap pesan yang disampaikan dalam film meliputi pesan verbal dan non verbal yang bersifat simbolis dan terdiri jaringan atau rangkaian tanda-tanda yang kompleks serta memiliki arti.
Berkaitan dengan permasalahan maupun ruang lingkup dalam penelitian ini maka nantinya dalam iklan “PT Djarum versi ibadah puasa” di televisi, yang akan dianalisis ialah hanya sistem tanda dalam film yang berupa gambar dan suara. Adapun hal tersebut nantinya dengan menggunakan “kode-kode televise” dari John Fiske.

Tidak ada komentar: